Harga Emas Dunia

Jan 15, 2011

"Back Door Riba" oleh Ust Rafidi Hashim

Allah SWT telah mengharamkan riba. Keharamannya adalah kekal  dan tidak
boleh diubah sampai Hari Kiamat. Bahkan hukum ini telah ditegaskan dalam
sya­riat Nabi Musa as, Isa as, sampai pada masa Nabi Muhammad saw. Al Quran
telah mengkhabarkan kepada kita akan tentang tingkah laku kaum Yahudi yang
dihukum Allah SWT akibat tindakan kejam dan tidak bermoral mereka, termasuk
di da­lamnya perbuatan memakan harta riba.
Firman Allah SWT:
“….disebabkan oleh kezhaliman orang-orang Yahudi, maka Kami telah haramkan
atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) telah
dihalalkan bagi mereka; dan (juga) kerana mereka banyak menghalangi
(manu­sia) dari jalan Allah; serta disebabkan mereka memakan riba. Padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang memakan­nya, dan mereka memakan harta
dengan jalan yang bathil . Kami telah menyediakan bagi orang-orang kafir di
antara mereka itu siksa yang pedih” (QS An Nisaa’ : 160-161).
Dalam sejarahnya, orang Yahudi adalah kaum yang sejak dahulu berusaha dengan
segala cara menghalangi manusia untuk tidak melaksana­kan syariat Allah SWT.
Mereka membu­nuh para nabi, berusaha mengubah bentuk dan isi Taurat dan
Injil, serta menghalalkan apa saja yang telah diharamkan Allah SWT, misalnya
menghalalkan hubungan seksual antara anak dengan ayah, membolehkan sihir,
meng­halalkan riba sehingga terkenallah dari dahulu sampai sekarang bahawa
antara Yahudi dengan perbuatan riba adalah susah untuk dipisahkan.
Dalam Protocol Zionis, disebutkan bahwa kebangkrupan berbagai negara di
bi­dang ekonomi adalah hasil ciptaan gemilang mereka, misalnya dengan kredit
(hutang) yang menjerat leher negara bukan Yahudi yang makin lama makin
tenat. Mereka katakan bahawa bantuan luar negara yang telah dilakukan , pada
hal boleh dika­takan laksana lintah darat menghisap habis segenap potensi
ekonomi negara tersebut.
Memang suatu kenyataan pada masa sekarang, orang-orang Yahudi telah berhasil
menguasai sistem kewangan antarabangsa, khususnya dalam bidang perbankan,
samada melalui kredit pinjaman luar melalui IMF, Bank Dunia dan lain – lain
megabank melalui hutang Negara  (national debts) , penciptaan wang melalui
Bank Pusat (Fed) dan undang – undang legal tender. Bank bank Pusat yang lain
mencetak wang dengan kaedah yang sama lalu diikat bank bank swasta kecil
yang lain dimana, semuanya berada dibawah satu sistem yang sama yakni
beroperasi atas riba, mencari keuntungan melalui perniagaan memberi hutang
dengan wang palsu ciptaan mereka yang sebenarnya tidak wujud.
*Bolehkah Kita Menghalalkan Riba ?*
Memakan harta riba adalah dosa besar. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan
bahwa memakan harta riba termasuk dosa yang paling besar setelah dosa
syirik, sihir, membunuh, dan memakan harta anak yatim. Malah dalam sebuah
Hadis yang lain disebutkan bahwa perbuatan riba itu derajatnya 36 kali lebih
besar dosanya dibandingkan dengan dosa berzina.
Rasul SAW bersabda :
“Satu dirham yang diperolehi oleh seseorang dari (perbuatan) riba lebih
besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam (setelah masuk
Islam)” (HR Al Baihaqy, dari Anas bin Malik).
Oleh kerana itu, tidak ada satupun perbuatan yang lebih dilaknat Allah SWT
selain riba. Sehingga Allah SWT memberikan peringatan yang keras bahwa
orang-orang yang memakan riba akan diperangi (QS Al Baqarah : 279).
Jika pada awalnya riba yang diharamkan hanya yang berlipat ganda, akan
tetapi sebelum Rasulullah saw wafat, telah diturunkan yaitu ayat-ayat riba
(QS Al Baqarah dari ayat 278-281) yang menurut asbabun nuzul-nya merupakan
ayat-ayat terakhir dari Al Quran. Dalam rangkaian ayat-ayat tersebut
ditegaskan bahawa riba, baik kecil maupun besar, berlipat ganda atau tidak,
maka ia tetap diharamkan sampai Hari Kiamat. Lebih dari itu, melalui ayat
275 dari rang­kaian ayat-ayat terse­but, Allah SWT telah mengharamkan segala
jenis riba.
“Mereka berkata (berpendapat bahwa) sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba; padahal Allah telah menghalal­kan jual beli dan telah mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepada mereka larangan tersebut dari
Rabbnya lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya (dipungut) pada waktu dulu (se­belum datangnya larang ini) dan
urusannya (terserah) Allah. Sedangkan bagi orang-orang yang mengulangi
(meng­ambil riba), maka orang-orang tersebut adalah penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya” (QS Al Baqarah : 275).
Dalam hal ini, Ibnu Abbas berkata:
“Siapa saja yang masih tetap mengambil riba dan tidak mahu meninggalkannya,
maka telah menjadi kewajiban bagi seorang Imam (Pemerintah) untuk menasihati
orang-orang tersebut. Tetapi kalau mereka masih tetap membantah, maka
seorang Imam dibolehkan memenggal lehernya”.
Sabda Rasulullah saw:
“Riba itu mempunyai 73 macam. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari
macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai)
ibu kandungnya sendiri…” (HR Ibnu Majah, hadits No.2275; dan Al Hakim, Jilid
II halaman 37; dari Ibnu Mas’ud, dengan sanad yang shahih).
Juga sabda Rasulullah saw:
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di
antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang
(berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR
Ibnu Majah, hadits No.2278 dan Sunan Abu Dawud, hadits No.3331; dari Abu
Hurairah).
Semua dalil di atas menunjukkan bahwa segala bentuk dan jenis riba adalah
haram tanpa melihat lagi apakah riba tersebut telah ada pada masa jahiliyah
atau riba yang muncul pada zaman sekarang. Pengertian ini ditegaskan pada
ayat 275 surat Al Baqa­rah tersebut isinya bersifat umum, yakni hukumnya
mencakup semua bentuk dan jenis riba; *baik yang nyata maupun ter­sembunyi*,
sedikit atau berlipat ganda.
Lafazh yang bersifat umum menurut kaidah Ushul Fiqih tidaklah boleh dibatasi
dan disempitkan pengertiannya. Kaidah Ushul itu berbunyi:
“Lafazh umum akan tetap bersifat umum selama tidak terdapat dalil (syar’iy)
yang mentakhsishkannya (yang mengecualikannya)”.
Telah jelas bagi kita bahawa semua bentuk dan jenis riba adalah haram dan
tetap haram sampai Hari Kiamat. Oleh kerana itu, atas dasar apa para
intelektual dan ulama modern hari ini  bera­ni menghalalkan riba atas alasan
jual beli? Mereka telah berani mem­beda-bedakan halal-haramnya berdasarkan
maslahat  umum yang berdasarkan sistem kapitalis.
“Bila muncul perzinaan dan berbagai jenis dan bentuk riba di suatu kampung,
maka benar-benar orang sudah meng­abaikan (tak peduli) sama sekali terhadap
siksa dari Allah yang akan menimpa mereka (pada suatu saat nanti)” (HR
Thabrani, Al Hakim, dan Ibnu Abbas; Lihat Yusuf An Nabahani, Fath Al Kabir,
Jilid I, halaman 132).
Pendapat dan fatwa yang muncul dari kalangan intelek­tual dan ulama modernis
sesungguhnya tidak pada tempatnya dan tidak pula memenuhi syarat bagi orang
yang berijtihad serta tidak layak disebut sebagai ulama mujtahid. Oleh
kerana itu mereka tidak berhak mengeluarkan fatwa, apalagi untuk mengubah
hukum Allah SWT dan Rasul-Nya !
Umat Islam diperintahkan untuk menolak setiap fatwa yang tidak berlandaskan
kepada syariat Islam. Kita wajib menolaknya, bahkan wajib dicegah setiap
hukum yang berlandaskan kepada akal dan hawa nafsu. Sebab, manusia tidak
berhak menentukan satu hukum pun. Ia harus tunduk kepada hukum Allah SWT dan
RasulNya semata.
Bisnes memberi hutang dengan mencari keuntungan adalah jelas riba yang
diharamkan Allah swt. Semua orang tahu bahawa Bank tidak menjual kereta,
rumah atau sebagainya . Mereka hanya memberi hutang dengan pertambahan balik
dengan keuntungan dari hutang yang asal.
Isu back door riba
Ini adalah isu riba al fadl (tambahan) pada hutang yang berselindung
disebalik jualbeli. Harus kita fahami bahawa jualbeli (al Ba’y) adalah
halal. Riba adalah haram, tetapi ada intelektual Islam hari ini menfatwakan
dengan cara yang cukup kreatif , memberi hutang secara riba supaya nampak
halal dengan cara  berselindung disebalik jualbeli.
Ini tidak sepatutnya berlaku, sebab setiap *qardh* (hutang) yang
mensyaratkan tambahan adalah riba, . Kaedah fikih menyebutkan : *Kullu
qardhin syaratha fiihi an yazidahu fahuwa haram bighairi khilaf.* (Setiap
hutang yang mensyaratkan tambahan hukumnya haram tanpa ada perbedaan
pendapat). (M. Sa’id Burnu, *Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah*, 8/484).
Larangan keatas dua jual beli dalam satu jualbeli
Ibnu Masud RA berkata,Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu
kesepakatan (*shafqatain fi shafqatin*) (HR Ahmad, *Al-Musnad*, I/398).
Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam
satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau
akad jual beli digabung dengan akad ijarah. (*al-Syakhshiyah al-Islamiyah*,
II/308).
Larangan menggabungkan akad secara mutlak, tanpa melihat akad-akad yang
digabungkan bertentangan atau tidak. Kaidah ushul fikihnya : *Al-Muthlaq
yajri ala ithlaqihi maa lam yarid dalil yadullu ala at-taqyid *(dalil mutlak
tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasinya) (Wahbah
Zuhaili, *Ushul al-Fiqh al-Islami*, I/208).
Imam Malik meriwayatkan didalam Al Muwatta bahawa beliau mendengar
Rasullulah saw melarang dua jualbeli dalam satu jualbeli …. Imam Az Zurqani
dalam Sharah Al Muwatta menyebut bahawa hadis ini juga diriwayat oleh Imam
Ar Tarmizi dan An Nasai . (Hadis Hassan sahih).
Cth: Imam Malik mengatakan dalam Al Muwatta’ bahawa beliau mendengar seorang
lelaki berkata kepada seorang lain “ Belilah untuk aku unta ini secara
tunai, supaya aku dapat membeli unta tersebut dari engkau dengan tangguh “.
Maka ditanya Abdullah Ibn Umar akan aqad ini, beliau tidak menyukainya dan
melarangnya.
Al Qasim ibn Muhammad seorang ulamak tabiin di Madinah , ditanya bagaimana
dengan seorang yang menjual dengan tunai 10 dinar atau dengan hutang 15
dinar. Beliau tidak menyukainya dan melarangnya.
 Perbankan Islam telah merubah jual beli asal pada  bai’ ajil ( jualbeli
dengan tangguh) , al ijarah (sewa) dan bai’ murabahah (jualbeli dengan
menyatakan keuntungan).
Jual beli adalah halal. Memberi hutang dengan adanya penambahan adalah riba.
Berselindung disebalik bai’ al ajil (jual beli tangguh/pembayaran kemudian.)
Jual beli dengan aqad tangguh adalah halal.
CtH : Aku jual himar ini dengan harga 20 dinar dengan tempoh sebulan.
Pembeli berkata “ Aku terima “.
Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid menyebut akan jualbeli yang
menjurus kepada riba. Apabila berlaku satu aqad jualbeli disyaratkan berkait
dengan aqad kedua. Ini berlaku apabila jual beli tunai dikait dengan
jualbeli tangguh.
Ibnu Rusyd menyebut akan contoh hutang yang berselindung atas jual beli
tangguh dan tunai sekaligus. Dua dalam satu.
Matlamatnya : Hutang
“ Hutangkan aku sepuluh dinar hingga sebulan, maka aku akan kembalikan
dengan dua puluh dinar “. Jelas ini riba.
Orang yang memberi hutang pulak  berkata “ Ini tidak boleh tetapi, aku jual
himar kepadamu dengan harga dua puluh dinar dalam tempoh sebulan, kemudian
himar ini aku beli dari kamu dengan dengan sepuluh dinar tunai “.
Kesimpulannya : Yang berhutang akan dapat 10 dinar tunai dan dia mesti
membayar dengan 20 dinar sebulan kemudian. Himar hanya jadi alat dalam
transaksi ini.
Imam Malik dan ulamak Madinah mengatakan ini adalah jualbeli yang menjurus
kepada riba.
Inilah yang dilakukan perbankan Islam untuk menghalalkan pinjaman peribadi (
personal loan).
Mereka juga menggunakan al ijarah (sewa) untuk menghalalkan hutang dengan
tambahan seperti kes aqad qard (hutang) wa (dan) ijarah (sewa). Dengan
berhutang satu aqad dan ijarah yakni menyewa dengan bayaran yang lebih.
Cth : Yang berlaku kepada jemaah haji Indonesia. Mereka berhutang dengan
bank untuk pergi haji tetapi bank menyewa seat (tempat) dengan upah yang
berlebihan daripada hutang asal.
Qard atau hutang tanpa tambahan adalah halal. Al ijarah atau sewaan adalah
halal. Tetapi mengabungkan dua aqad ini untuk mendapat tambahan atas hutang
 pada jemaah haji melalui sewaan seat adalah haram.
Begitu juga perbankan Islam menggunakan  akad *Murabahah lil Aamir bi
asy-Syira`* (*Deferred Payment Sale*). Akad ini tidak sama lansung dengan
akad Murabahah yang asli, iaitu jual beli pada harga modal (pokok) dengan
tambahan keuntungan yang diketahui dan disepakati oleh penjual dan pembeli.
Adapun *Murabahah lil Aamir bi asy-Syira`*, lebih kompleks dan melibatkan
tiga pihak, iaitu pembeli, bank dan penjual. Prosesnya : pembeli (nasabah)
memohon bank membeli barang, lalu bank  membeli barang dari penjual dengan
tunai, lalu bank menjual pulak barang itu kepada pembeli dengan harga lebih
tinggi dengan hutang.
Inilah yang berlaku pada ' pembiayaan ' perbankan Islam untuk hutang dengan
aset. Rumah harga asal RM 100 000 dijual dengan RM 400 000.
Ada dua aqad jualbeli dalam satu disitu. Ini adalah jualbeli yang menjurus
kepada riba.
Perbankan Islam seperti disebut oleh intelektual agama tersebut adalah
Korporat yang mencari keuntungan untuk depositor dan shareholder. Mereka
mencari keuntungan dengan memberi hutang dengan tambahan (riba) dan dalam
proses tersebut mereka telah menukar aqad jualbeli yang halal kepada
jualbeli yang menjurus kepada riba.Dengan kata lain inilah back door riba.
Wallahu ‘alam
Ya Allah, kami sudah menyampaikannya. Saksikanlah !

Mini-Sesi Dirham Perak - Kearah Menyemarakkan Matawang Syariah

Tarikh: Sabtu; 15 Januari 2011
Masa: Selepas Solat Maghrib
Lokasi:  Masjid Kota Warisan (Al Hijrah), Jalan Warisan Megah 1/6, Kota Warisan, Bandar Baru Salak Tinggi 43900 SEPANG. (berdekatan Sekolah Rendah Kota Warisan) http://wikimapia.org/2248533/Masjid-Mosque
Pembentang: Khairudden Hussin (http://www.muamalahcouncil.com/ )  & Muhamad Mazli Alias (http://www.dinardirham.org/ )

Jualan dirham akan diadakan. Pihak Ranah Buku Islam ( http://ranahbukuislam.blogspot.com/ ) turut meraikan majlis dengan sudi menerima  matawang syariah tersebut . Tuan/Puan dijemput hadir mendengar taklimat, bertanyakan soalan, membeli dirham dan merasai pengalaman bermuamalah menggunakan dirham.

Marilah beramai-ramai menyemarakkan majlis!

Jan 14, 2011

THE GOLD DINAR: ISLAM AND FUTURE OF MONEY BY SHEIKH IMRAN HOSEIN





SEMINAR MINISIRI DINAR EMAS - “Kearah Menyemarakkan Matawang Syariah”

JABATAN HAL EHWAL ISLAM KELANTAN / HALAQAT NEGERI
&
AL-QAFILAH INTERNATIONAL
menjemput anda semua ke 

SEMINAR MINISIRI DINAR EMAS KELANTAN (MDEK 2011)
29 Januari 2011, Sabtu, Dewan Besar, Balai Islam Lundang, Kelantan
Kearah Menyemarakkan Matawang Syariah
Suatu peluang keemasan untuk menyedari  kezaliman sistem kewangan semasa bagi mempersiapkan diri untuk menghadapi kemelut krisis kewangan yang bakal melanda.
Kepada pihak yang inginkan jaminan harta simpanan, keadilan dalam perdagangan dan kesempurnaan dalam beribadah, dijemput hadir beramai-ramai.

Pengenalan
Demi melestarikan usaha mengembalikan matawang Syariah di Malaysia, Halaqat Negeri, Kelantan Golden Trade bersama Al-Qafilah International akan mengadakan sebuah seminar bertujuan untuk memberi pendedahan mengenai kepentingan Dinar & Dirham dikembalikan dalam muamalah umat Islam.

Pengisian
·         Kebangkitan Dinar & Dirham – Pandangan Global
·         Keruntuhan sistem matawang kertas masa kini
·         Kezaliman riba matawang kertas
·         Kegunaan Dinar & Dirham dalam kehidupan
·         Dinar & Dirham dalam Syariah
·         Masa depan sistem kewangan Dinar & Dirham

Program Cadangan (tertakluk kepada perubahan dan pengesahan)
09:00 am              Pembukaan oleh Penganjur
09:10 am              Ucaptama & Perasmian oleh Tuan Guru Dato’ Hj Nik Abdul Aziz Nik Mat
09:45 am:             Topik 1Kebangkitan Dinar & Dirham – Pandangan Global
11:00 am:             Topik 2:  ‘Fractional Reserve’ – Mekanisma Pengeluaran Debu Riba
11:25 am:             Topik 3Kemunculan dan Kejatuhan Wang Kertas
11:50 am:             Topik 4Wang Kertas lawan Wang Dinar
12:15 pm:             Topik 5Allah Telah Mengistiharkan Perang, Kamu Di pihak Mana?
02:00 pm:             Topik 6Kegunaan Dinar & Dirham
02.30 pm:             Topik 7:  Program Pembangunan Dinar Emas Kelantan
03:00 pm:             Topik 8Dinar Dirham – Langkah Kehadapan
04.00 pm:             Topik 9:  Peluang Perniagaan bersama Sahabat Emas Resources
04.20 pm:             Penutupan oleh Prof. Umar Ibrahim Vadillo, CEO, Kelantan Golden Trade

Penjualan Dinar & Dirham dan persembahan Nasyid akan turut memeriahkan acara

Yuran Pendaftaran
  1. Seminar sahaja = RM 50.00 seorang
  2. Seminar beserta sijil = RM 60.00 seorang
(Bahan seminar dan makanan disediakan)

Cara Bayaran
  1. Cek boleh dibuat kepada "Al-Qafilah International Sdn Bhd" atau;
  2. Deposit wang ke akaun no. 562759-107970  di mana-mana cawangan Maybank

Hubungi
  1. Amzar              T.   03 7729 9640
  2. Zahimi             M. 017 882 4223            E:  info@al-qafilahinternational.com

Stok Collection Notice

Untuk makluman kepada sesiapa yang ingin membeli EMAS Public Gold...